Kamis, 23 Februari 2012

MAKAM KEDONO KEDINI

Di atas gunung di bawah langit Indoesia, terdapat sepasang makam keramat tinggalan  masa lalu yang konon oleh para warga masyarakat sekitar dianggap penuh misteri. Makam ini di namakan makam Kedono-Kedini. Petilasan G.R.M SUMADI dan G.R.Ay SUDARMINAH yang konon adalah Putera Ngarso Dalem Sri Sultan Hamengkubuwono II (putera ke 53 dan 59) terletakdi Pedukuhan Sedono(Kedondong), Desa Pundungsar, Kecamatan Semin kabupaten Gunungidul Yogyakarta Indonesia ini tidak banyak diketahui oleh orang karena tempatnya diatas gunung sekaligus medan untuk menuju lokasinya masih sangat sulit dan mungkin ini pertama kalinya di terbitkan, karena saya search di Google juga belum ada yang mem-posting.
Berikut liputan perjalanan saya ketika seorang teman menghampiri saya untuk berjalan-jalan mengajak hunting.


CERITA SINGKAT MAKAM KEDONO-KEDINI SEMIN-GUNUNGKIDUL VERSI WARGA SETEMPAT & BUDAYAWAN WANDY INDRA KUSUMA.

Dahulu kala, tersebutlah ada seorang kakak-beradik bernama Kedono & Kedini yang berpisah. Kedini hidup di dalam hutan dan bertahan dengan memakan buah-buahan. Suatu ketika kakak-beradik ini bertemu di tengah hutan dan kemudian, Kedono menyaksikan Kedini dengan perut yang besar dan timbullah perselisihan diantara keduanya, Kedono menuduh Kedini hamil sedangkan Kedini mengaku akibat daripada terlalu banyak memakan buah-buahan. Maka di bedahlah perut Kedini untuk membuktikan dan alhasil bahwa didalam perut Kedini tidak diketemukan apa yang dimaksud oleh Kedono, melainkan hanya buah-buahan, maka dengan perasaan bersalah, Kedono menyusul Kedini dengan cara bunuh diri. Entah cerita ini sejak kapan, tetapi masyarakat setempat meyakini cerita ini dan makam Kedono-Kedini ini sering di gunakan untuk Nyadran. Wallahuallam Bishawab.



Perjalanan berangkat dari rumah berawal dari sekitar jam setengah tiga sore.dalam perjalanan kami berdua mengalami berbagai halangan dan rintangan, diantaranya runtuhnya tanah pegunungan akibat debit air yang tinggi, sehingga banyak warga berkerumun bergotong royong  menyingkirkan sisa-sisa reruntuhan, berikut ini gambarnya.


Jalan naik ke atas gunung yang terjal dan mendaki aspal kasar maupun halus hingga jalan-jalan bebatuan yang telah terlewati ahirnya kami sampai di depan pintu masuk menuju makam Kedono Kedini tersebut.

Dari lokasi pintu masuk ini, kami berdua masih harus menaiki tangga yang tinggi, licin dan penuh di tumbuhi tanaman-tanaman liar.


Sesampainya di depan pintu pagar yang mengelilingi makam, Aku pun mengucapkan uluk salam sebisaku, "Assalamualaikum Yaa Ahli Qubuur"... kemudian teman saya yang bernama Angga Prayudha Sakti membuka pintu kecil yang terbuat dari besi tersebut dan mulai mengambil obyek-obyek di sekitar luar pagar. Sayapun juga belum tahu, adakah juru kunci disini, ya mungkin ada tetapi kami tidak menemui seorangpun di sekitar tempat ini untuk kami bertanya dan mencari informasi-informasi lainnya.

Mulai dari sini suasana misteri sangat terasa sekali. Dingin, lembab, redup dan seolah ada yang mengawasi gerak-gerik kami berdua. Meski mata dan kepala kami tidak melihat tetapi kami yakin, ada yang sedang mengawasi kami.
 

Setelah memasuki pintu kecil yang terbuat dari besi itupun aku mulai melepas alas kakiku kemudian di ikuti temanku. Langsung kami menuju ke sebelah kanan yang berupa bangunan berundak dengan sebuah foto menggantung diatasnya dan makam di depan bangunan tersebut. Sayapun juga tidak tahu, gambar siapakah gerangan yang berada di atas bangunan tersebut.

Setelah duduk beberapa menit, kameraku mulai menarik perhatian pada sebuah prasasti dengan lambang Praja Cihna alias lambang kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. dengan makam Kedono-kedini di belakangnya. Dan dalam prasasti tersebut terukir dua nama yaitu: GRM. Sumadi & GRAy. Sudarminah.

Kami berdua mencoba duduk di sana sambil memandang area sekeliling. Sepi, sunyi tiada manusia satu pun hanya suara-suara nyamuk yang terbang dan sesekali suara kicauan burung dari arah kejauhan. Tapi seolah ada yang mengawasi gerak-gerik kami berdua.

Sampai disini acara memotret pun kami hentikan, karena menurut cerita teman saya, dahulu bapaknya Angga Prayudha Sakti ini memotret makam disini maka, kameranya pun rusak. Untuk kedua kalinya, bapak teman saya ini mencoba mengulang untuk mengambil gambar  pada makam tersebut dan lagi-lagi mengalami kerusakan pada kamera Pocket Digital-nya. Jadi ada 2 kamera yang rusak setelah untuk memotret makam tersebut dan gambarnya pun tidak dapat terlihat sama sekali. Bukan soal tidak percaya, tetapi sayapun merasa sayang pada kamera saya jika hal tersebut juga menimpa saya seperti yang terjadi pada bapak teman saya tersebut. Percaya atau tidak, silahkan. Wallahuallam Bishawab.

PROSESI RITUAL NYADRAN GEDONG PULOSARI
Gunungkidul yang mempunyai kekayaan Adat Budaya selalu diperingati oleh masyarakatnya sebagai perwujudan mengingat jasa, ucapan syukur bahkan pelestarian adat budaya setempat agar tak hilang hingga masa kemasa.
Ritual Gedong Pulosari merupakan salah satu bentuk pelestarian peninggalan sejarah berupa Gedong Pulosari adalah Petilasan G.R.M SUMADI dan G.R.Ay SUDARMINAH yang konon adalah Putera Ngarso Dalem Sri Sultan Hamengkubuwono II (putera ke 53 dan 59) yang terletak di Pedukuhan Sedono(Kedondong), Desa Pundungsar, Kecamatan Semin kabupaten Gunungidul Yogyakarta Indonesia. Tradisi tersebut telah selalu diperingati setiap tahunnya yaitu di bulan Dzulhijah (jawa: Besar) di Dusun Sedono, Desa Pundungsari, Kecamatan Semin Kabupaten Gunungkidul Yogyakarta yang akan diramaikan juga dengan beberapa seni adat tradisional yang ada di masyarakat tersebut.



Makam ini adalah aset berharga Indonesia, yang patut untuk dijaga dan di lestarikan. Sekali lagi saya  acungkan kedua jempolku untuk Yogyakarta tercinta yang ternyata memiliki budaya dan peninggalan yang masih tersembunyi. (Koh Lee Van Djocdja)

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls